Buku
Sejarah Perekonomian Indonesia
Sejarah perkembangan perekonomian masyarakat Nusantara di awali pada masa pra sejarah atau dikenal dengan Nusantara Pra Emporium. Pada masa prasejarah, corak kehidupan masyarakat terpacu pada kegiatan perburuan dan mengumpulkan makanan (berburu dan meramu). Perekonomian pada masa prasejarah itu menurut Prof. Kontjaraningrat, dikenal dengan “Ekonomi Pengumpulan Pangan” atau “Food Gathering Economics”. Seiring perkembangan waktu, sistem pengumpulan pangan dengan berburu dan meramu mulai terdesak. Hingga pada awal abad 1-4 M, di Indonesia mulai dikenal sistem bercocok tanam atau pertanian yang dibedakan kedalam dua macam, yaitu sistem bercocok tanam di ladang dan bercocok tanam menetap. Sistem bercocok tanam di ladang adalah siste bercocok tanam di daerah hutan rimba tropis, sabana tropis dan sub tropis dengan cara membuka lahan. Sementara bercocok tanam menetap dengan cara pengolahan tanah dan irigasi.
Setelah manusia mulai mengenal tulisan, maka berakhirlah zaman prasejarah dan berganti menjadi zaman sejarah. Perkembangan perekonomian baik di Indonesia maupun di dunia pun berubah ke arah perdagangan melalui jalur laut atau pelayaran niaga. Sejak abad ke-10 dan ke-11 mulai bermunculan “emporium”, kota-kota pelabuhan yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas ekonomi seperti gudang, pasar dan penginapan di berbagai wilayah dunia termasuk di Indonesia. Pada abad ke-16 di Nusantara banyak bermunculan kota-kota dagang yang merupakan pusat kegiatan perdagangan. Pada masa itu masyarakat Nusantara juga sudah mengenal sistem barter dan sudah mengenal uang sebagai alat perdagangan. Malaka Sebagai emporium penghasil rempah-rempah terbesar menarik perhatian bangsa-bangsa Eropa seperti Portugis, Spanyol dan Belanda. Bangsa-bangsa Eropa berlomba-lomba melakukan pelayaran samudera menuju Nusantara. Tidak hanya melakukan perdagangan rempah-rempah, bangsa- bangsa barat juga berusaha untuk melakukan monopoli dan menguasai perdagangan di Nusantara. Pada Maret 1602, para pengusaha Belanda membentuk sebuah kongsi dagang dengan nama Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) yang dipimpin oleh seorang Gubernur Jenderal dengan kantor pusat di Batavia. VOC ini menjadi alat bagi Belanda untuk menjalankan monopoli perdagangan. Semua kota dagang di Nusantara hingga tahun 1680 dapat dikuasai VOC kecuali Aceh. Pada pertengahan abad ke-18, VOC banyak mengalami kejayaan. Namun, pada tahun 1795, terjadi perubahan pemerintahan di Negeri Belanda karena revolusi yang dikendalikan oleh Perancis, oleh karena itu pada akhir 1799, VOC dibubarkan dan kekuasaannya di Indonesia di ambil alih oleh Pemerintah Hindia Belanda. Pada masa ini perekonomian Indonesia dikuasai oleh sistem ekonomi kolonial. Kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh Belanda antara lain Cultuurstelsel atau tanam paksa. Tanam paksa membawa penderitaan bagi rakyat Indonesia. Di negeri Belanda terjadi pertentangan terkait tanam paksa. Kaum liberal yang di dominasi oleh pengusaha-pengusaha swasta meminta agar tanam paksa dihapuskan dan berusaha agar para pengusaha swasta dapat menanamkan modal di Indonesia terutama dalam bidang perkebunan. Usaha kaum liberal itu berhasil, tahun 1870 tanam paksa dihapuskan dan perekonomian Indonesia dikuasai oleh para pengusaha swasta yang menanamkan modal di Indonesia. Sejak saat itu di Indonesia muncul perkebunan-perkebunan swasta baik di Jawa maupun luar Jawa seperti perkebunan tebu, kopi, tembakau, karet, dll. Masa kolonial Hindia Belanda berakhir pada 1942 setelah Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang melalui Perjanjian Kalijati. Sejak saat itu pula Indonesia dikuasai oleh Jepang.
Sejak pendudukan Jepang, Indonesia mengalami dampak perubahan ekomomi besar-besaran. Sektor perekonomian dikerahkan besar-besaran pada produksi tanaman pangan, sandang dan bahan bakar dalam rangka mendukung Jepang pada Perang Pasifik. Rakyat diwajibkan menanam tanaman-tanaman yang dibutuhkan oleh Jepang. Kebijakan-kebijakan Jepang tidak sepenuhnya berjalan dan semakin memberatkan rakyat. Keadaan ekonomi semakin tidak menentu. Keadaan Ini berlanjut hingga Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Setelah kemerdekaan, fokus utama pemerintah terletak pada upaya mempertahankan kemerdekaan, oleh karena itu program pembangunan ekonomi jangka panjang pada masa ini (masa Orde Lama) tidak pernah ada dalam program kerja setiap kabinet, kalaupun ada masih terbatas pada pemulihan keadaan ekonomi pasca penjajahan. Indonesia mengalami beberapa tahap masa pemerintahan setelah berakhirnya masa orde lama, antara lain masa Demokrasi Parlementer (1950-1957), Demokrasi Terpimpin (1958-1966), dan Masa Orde Baru.
Pada awal Masa Demokrasi Parlementer (1950), Indonesia baru mampu menempuh rehabiliitasi struktur perekonomian dan penanggulangan kesulitan keuangan. Pada 1951 dibentuklah kebijakan ekonomi yang dikenal dengan Rencana Urgensi Perekonomian. Program ini merupakan tindakan darurat untuk mengatasi kemerosotan ekonomi dan mengubah sistem perekonomian dari sistem ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional. Kebijakan lain yang dicanangkan pada masa Demokrasi Parlementer adalah Kebijakan Benteng, yaitu kebijakan yang memberikan fasilitas bagi pegusaha nasional agar dapat bangkit dan menjadi mitra pemerintah dalam pembangunan ekonomi.
Pada tahun 1958, Indonesia memasuki masa Demokrasi Terpimpim. Pada masa ini kekuasaan sepenuhnya berada di tangan presiden, sehingga pada masa ini banyak terjadi pertentangan antara kebijakan yang diambil presiden dengan kebijakan yang dicanangkan oleh anggota kabinet/wakil rakyat. Secara umum pada masa ini keadaan perekonomian Indonesia merosot dibandingkan masa sebelumnya. Diantara keemerosotan ekonomi pada masa ini antara lain pemotongan nilai mata uang, inflasi yang tinggi, anggaran belanja pemerintah mengalami defisit dan cadangan devisa negara yang menurun drastis.
Kemerosotan ekonomi membuat banyak keresahan di masyarakat sehingga memicu turunnya Presiden Soekarno. Sejak jatuhnya Presiden Soekarno, Indonesia dipimpin oleh Presiden Soeharto dan masa ini disebut sebagai masa Orde Baru. Pada masa Orde Baru pembangunan ekonomi dicanangkan sebagai prioritas utama kebijakan pemerintah dalam rangka menciptakan stabilitas nasional. Sejak masa ini dicanangkan program pembangunan jangka panjang 25 tahun dan pembangunan lima tahun. Program Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) mulai digalakkan dan berjalan sejak Repelita I-V. Selama kurun waktu 25 tahun ini, pembangunan ekonomi Indonesia semakin menunjukkan posisi baik diantaranya mengalami pertumbuhan rata-rata 6,8% per tahun, pendapatan nasional meningkat, dan laju pertumbuhan penduduk dapat di tekan.
· Kelebihan buku :
Buku Sejarah Perekonomian Indonesia ini sudah cukup lengkap menjelaskan mengenai sejarah perekonomian di Indonesia sejak masa pra sejarah/masa Pra Emporium hingga berakhirnya masa Orde Baru. Selain itu buku ini juga di lengkapi dengan data-data yang mendukung isi buku yang disajikan dalam bentuk grafik maupun tabel-tabel sehingga pembaca mempunyai gambaran yang lebih luas dan jelas mengenai sejarah perekonomian Indonesia dari masa ke masa.
0744.1 | 330.9598 Lei s | Pustaka Hang Kesturi (Blok D) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain