novel
Jalan Tak Ada Ujung
ada dasarnya rumah dalam KG bukan rumah yang baik. Buruknya rumah KG disebabkan oleh perilaku dan
sosok kaum tua keluarga Gerilya, yakni kopral Paidjan (sang ayah) dan Amilah (Sang Ibu). Meskipun
demikian, peluang untuk menjadikan rumah keluarga gerilya sebagai rumah yang baik dan membuat krasan
masih terbuka di tangan kaum muda. Namun, revolusi kemerdekaan mernbtrat semua kaum muda keluarga
gerilya memilih untuk merelakan hancurnya rumah mereka demi rumah yang lebih besar dan lebih mulia
yakni nasion. Hal yang berbeda terjadi pada JTU. Pada dasrnya rumah keluarga Guru Isa adalah rumah yang
baik. Namun revolusi menebarkan ketakutan pada Guru Isa yang menyebabkan is mengalami impotensi.
Impotensi guru Isa menjadikan rumah mereka sekedar menjadi rumah tanpa rasa krasan. Situasi ini
diperparah oleh perselingkuhan Fatimah -istri Guru Isa- dengan Hazil, sahabat Guru Isa. Semua ini masih
ditambah dengan ditangkapnya Guru Isa -juga Hazil- oleh Belanda sehingga keduanya mengalami
penyiksaan di sana. Baik pada KG maupun JTU terdapat konflik antara kaum tua dengan kaum muda. Kaum
tua dalam KG maupun JTU digambarkan sebagai hamba kolonial, buruk secara moral, dan tidak memiliki
idealisme, sementara kaum muda digambarkan sebagai sosok yang penuh idealisme dan cita-cita. Baik
pengarang KG maupun JTU berpihak pada kaum muda dan tidak bersimpati kepada kaum tua. Konflik antar
generasi ini, Baik dalam KG maupun JTU, dimanifestasikan dengan kehendak untuk meniadakan
(membunuh) kaum tua. Pada JTU kehendak itu hanya digagaskan, sementara dalam KG benar-benar
dilaksanakan dengan membunuh ayah. Pembunuhan terhadap ayah menutup segala kemungkinan bagi
sebuah rumah untuk menjadi tempat yang membuat krasan Di dalam rum' h dipersepsikan dalam KG
maupun JTU sebagai tempat yang nyaman dan membuat krasan. Sekalipun dernikian, dalam KG di dalam
rumah bukanlah tempat yang didambakan kalangan tua. Amilah beranggapan bahwa di luar rumah lah
sumber rasa krasannya. Di dalam rumah, Amilah senantiasa membayangkan masa muda dan
kebahagiaannya bertualang di luny rumah, yakni dari tangsi militer ke tangsi militer Belanda. Kaum muda
keluarga gerilya justru beranggapan bahwa di dalam rumah lah semestinya rasa krasan itu berada. Namun
para pemuda keluarga gerilya harus meninggalkan rumah dan berjuang di luar rumah demi rumah yang lebih
besar yakni nasion. Meskipun di luar rumah penuh ancaman dan bahaya, mereka dengan antusias berjuang
di luar rumah. Sementara rumah yang diidamkan semua kaum muda
0343.1 | 813 MOC j | Pustaka Hang Nadim (Blok I) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain